Biasalah.news – Baru-baru ini, lagu “Sulit untuk melupakan Rehan” bergema di jejaring sosial. Lirik penyanyi kondang Intan Lembata saat ini sedang viral.
Bahkan, wajahnya juga ditampilkan dalam foto animasi Instagram Presiden Joko Widodo. Di banyak kalangan, sosok Rehan yang disebutkan dalam lagu Intan hanyalah ilusi.
Psikolog klinis dan pendiri pusat konseling Anastasia and Associates, Anastasia Sari Dewi, menjelaskan bahwa halusinasi adalah suatu kondisi di mana panca indera dapat bereaksi terhadap sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Apakah penglihatan, pendengaran, penciuman atau rasa. “Halusinasi identik dengan panca indera kita, dimana panca indera kita dapat merasakan atau menerima umpan balik dari sesuatu yang sebenarnya tidak ada.
Panca indera kita identik dengan dunia nyata, sekarang memiliki mata, telinga, hidung, mulut, kulit, “jelas Sari kepada detikcom, Kamis (29 September 2022).
“Tetapi ketika orang berhalusinasi, otak mereka entah bagaimana bekerja untuk membuat kelima indera itu mengatakan ‘kesalahan’.
” Tapi itu tidak ada di dunia nyata. Jadi ada kesalahan di situ,” lanjutnya. Sari menjelaskan, halusinasi itu berbeda dengan hanya membayangkan. Sari menjelaskan: “(Halus) berbeda dengan imajinasi belaka.
Baca Juga : Cerita Intan Sriastuti, Banyak Pria Datang Mengaku Bernama Rehan
Jika melamun dilakukan saat orang tersebut sadar, maka pikiran akan terbentuk. Misalnya orang bermimpi, melamun di dalam pikiran.”.
“Tapi kalau disuruh lihat aslinya atau tidak, dengerin aslinya bisa ngobrol, enggak. Jadi ilusi ada di pikiran, tapi kalau halusinasi melibatkan panca indera,” a – dia menambahkan.
Secara mental, halusinasi identik dengan psikosis dan identik dengan skizofrenia. Namun ada juga kebiasaan yang bisa menimbulkan halusinasi seperti mengonsumsi obat-obatan atau alkohol yang bisa memberikan efek berbeda pada setiap orang.
Halusinasi juga bisa muncul saat tubuh sedang sakit, atau lelah dan stres. Lebih lanjut Sari menjelaskan bahwa halusinasi berbeda dengan waham. Orang dengan paranoia percaya bahwa fantasi mereka adalah peristiwa nyata.
Dia bahkan bisa melibatkan orang lain dan secara spesifik menggambarkan eksperimen yang dia bayangkan dengan detail waktu, bulan, dan tahun.
“Kalau delusi memang salah satu tanda psikosis, ternyata delusi atau keyakinannya itu benar,” jelas Sari.
“Jadi dia tidak hanya membayangkan, tapi dia percaya fantasinya benar, itu benar-benar terjadi sehingga semua orang juga bingung. Padahal itu tidak pernah terjadi. Atau mungkin terjadi begitu saja. Itu kreasinya sendiri,” tutupnya.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!
