Biasalah.news – Ya, sinonim keagungan sering disebut-sebut oleh Gen Z saat berkumpul dengan teman-temannya. Selain itu, pengguna internet dapat dengan mudah menemukan konten terkait raja di TikTok, YouTube, atau Instagram.
Contoh penggunaan kata sultan yang akhir-akhir ini populer adalah Sultan Andara. Julukan ini diberikan kepada presenter sekaligus pebisnis, Raffi Ahmad. Andara, yang disematkan dari kata sultan, mengacu pada kompleks perumahan tempat Raffi Ahmad dan istrinya, Nagita Slavina tinggal.
Di sisi lain, kata sultan kerap dilontarkan Indra Kenz sebelum terjerat kasus dugaan perjudian dan penipuan berkedok investasi melalui aplikasi Binomo. Meskipun kata sultan meledak di mana-mana, tahukah Anda apa arti kata sultan sebenarnya, sehingga termasuk dalam bahasa gaul? Meskipun kata sultan identik dengan kaya atau gila-gilaan kaya, ternyata kata tersebut memiliki makna leksikal yang berbeda.
Menurut Direktur Pusat Bahasa Provinsi Jawa Tengah, Dr Ganjar Harimansyah, kata ini merujuk pada “raja; raja”. Ia menjelaskan, kata sultan kini diperluas menjadi lebih dari sekadar raja atau raja. Dalam perkembangannya, kata sultan juga merujuk pada status seseorang yang hidup seperti raja, kata Ganjar.
“Kata sultan semakin banyak digunakan sejak munculnya istilah orang kaya yang gila, yang berarti seseorang yang hidup mewah atau ‘sombong’,” jelasnya. “Biasanya netizen menyebut mereka raja karena punya produk (branded), seperti smartphone terbaru, mobil, motor atau jam tangan dan tas mewah,” tambah Ganjar.
Baca Juga : Komnas HAM Masih Mencari Sosok ‘Penjual Dawet’ Kanjuruhan
Dia juga menambahkan bahwa kata sultan kini telah diperluas untuk berarti sesuatu yang mahal atau eksklusif. “Misalnya ada ungkapan ‘hp sultan’ yang artinya ponsel mahal dan spek tinggi,” jelas Ganjar. Sultan hanyalah salah satu kata slang yang marak di Generasi Z.
Selain kata sultan, ada kata slang lainnya, seperti bestie, bucin, rag, cancel culture, hingga hypebeast. Menurut Ganjar, kemunculan kata-kata tersebut dipengaruhi oleh status kaum muda sebagai penutur aktif dalam komunikasi modern.
Hal ini membuat mereka tidak tertutup dalam pemilihan bahasa dan cenderung menggunakan gaya bahasa yang berbeda dari generasi sebelumnya. “(Mereka) membuat istilah baru atau meminjam istilah asing yang umum,” kata Ganjar.
“Saat mereka terus menggunakan bahasa gaul dengan mengembangkan kosa kata dan gaya mereka sendiri, mereka akan menggunakannya secara intensif.” Sebelum kata sultan menjadi populer, Ganjar merujuk pada berbagai kata slang yang digunakan oleh anak muda – terutama di tahun 1970-an, di antaranya gokil (gila), mokal (pemalu) atau rokum (rumah).
Ganjar menjelaskan bahwa pada awalnya pilihan bahasa – yang sekarang dikenal sebagai bahasa gaul – digunakan sebagai bahasa pengkodean untuk merahasiakan percakapan di beberapa komunitas. “Namun, kata-kata ini perlahan menjadi bahasa umum dan dikenal luas,” lanjut Ganjar.
Berkaca pada rumusan viral Sultan, Ganjar mengatakan fenomena bahasa gaul merupakan cerminan dinamika bahasa. “Bukan soal keengganan pakai bahasa Indonesia. Kalau untuk iseng mungkin itu motif utamanya,” ujarnya. “Keberadaan bahasa gaul bisa berdampak positif dan negatif bagi perkembangan bahasa Indonesia,” kata Ganjar.
This post was created with our nice and easy submission form. Create your post!